XL #PerempuanHebat for Kartini Day

THE RING(S) : A short movie specially made for Valentine's Day

Senin, 31 Desember 2012

BEST PICK LOCAL MOVIES OF 2012

THE RAID
 
Keterbatasan bujet tidak menghalangi efektifitas kinerja setiap departemen dalam film ini. Plot cerita yang sangat dasar tertutupi oleh koreografi tarung para cast nya yang sangat meyakinkan. The Raid adalah action non-stop dari awal sampai akhir termasuk klimaks penutup yang mencengangkan. Intensitas ketegangan menjaga penonton untuk tetap terpaku pada kursi masing-masing. Wajib tonton di bioskop untuk merasakan “getaran” secara langsung. Gareth Evans secara tersirat mengisyaratkan pada penonton film global bahwa wajah industri film Indonesia mungkin akan segera berubah di masa mendatang.

LOVELY MAN
 
Ketidaksempurnaan sebagai film dibayar tuntas dengan kesempurnaannya dalam mengeksploitasi substansi hubungan antar personal. Lovely Man tidak bertutur dengan cara yang ekstrim meskipun tokoh Ipuy sendiri tak akan diterima begitu saja oleh kebanyakan orang. Penyelesaiannya tergolong pas dalam menyudahi pertanyaan-pertanyaan yang menghinggapi Cahaya atau kewajiban-kewajiban yang membebani Syaiful secara harfiah, meninggalkan penonton dengan tanda tanya besar akan kelanjutan hidup ayah dan anak setelah perjalanan satu malam tersebut. Sisi humanis yang teramat realistis itulah yang menjadikan saya dan sebagian besar penonton lain jatuh cinta. Cinta akan tontonan berisi apa adanya tanpa harus membalutnya dengan sampul eksklusif. One of the best local drama I’ve ever seen!

RAYYA, CAHAYA DI ATAS CAHAYA
 
Rayya sukses memberikan pengalaman sinema yang teramat dewasa untuk dimengerti benar. Sebuah studi kasus kompleksitas egosentris dan penyerahan diri seorang manusia dalam menyikapi setiap permasalahan yang menghampiri. Sisipan pesan moral disana-sini patut menjadi renungan tanpa muatan elemen yang terlampau berat untuk dipikul bersama. Cahaya akan selalu menjadi musuh kegelapan sekaligus memaknai harapan yang datang kelak. Momen dimana Rayya siap menyongsongnya dengan pribadi baru yang bersinar.

HABIBIE & AINUN
 
Habibie & Ainun sesungguhnya bisa menjadi film yang sempurna andaikata pengembangan karakter di luar Reza dan BCL dapat diberi ruang lebih plus referensi peristiwa bersejarah yang lebih kuat pengaruhnya terhadap Habibie sendiri. Sekali lagi saya ingatkan, ini adalah perjalanan sebuah kisah cinta sepasang insan yang tak lekang oleh waktu terlepas dari keadaan dan ketiadaan di muka bumi. Bagi Habibie, Ainun adalah inspirasi yang melengkapi setiap pencapaian dalam hidupnya. Teladan yang pantas ditiru oleh pasangan manapun juga dalam upaya melangkah bersama membangun suka duka rumah tangga.

5 CM
 
Di atas semuanya, mohon camkan baik-baik bahwa visi terbesar 5 cm adalah mengajarkan kita untuk mengejar mimpi. Bukankah semua berawal dari situ? Keyakinan untuk menggapai harus dilandasi tekad yang kuat dan usaha yang maksimal. Analogi kaki, tangan, mata, leher, mulut dan hati sebagai modal pendukung dari Tuhan kepada setiap manusia itu tergolong luar biasa. Sebuah penegasan bahwa jatuh bangun itu hal yang biasa asalkan kamu tidak berhenti. Tentunya dukungan keluarga dan sahabat juga dibutuhkan sebagai dorongan semangat. Awesome cinematography has capped this as one of the best Indonesian movies ever made!

MODUS ANOMALI
 
Modus Anomali tidaklah sulit untuk dicerna setelah anda menyelesaikan menit-menit terakhir yang menyingkap suspensi satu per satu. Sambil menunggu klimaks tersebut, tak ada salahnya anda berupaya menerka twist macam apa yang kali ini disuguhkan. Temukanlah setiap kepingan puzzle yang tersebar di seluruh penjuru demi mendapatkan gambaran utuh yang akan mencengangkan anda. My message for you, stop reading too much reviews everywhere and let your very own "mindfuck" begins!

SAMPAI UJUNG DUNIA
 
Sampai Ujung Dunia merupakan suguhan drama percintaan murni yang akan mengingatkan anda pada film-film sejenis di tahun 1980an sebut saja Badai Pasti Berlalu, Satu Jam Saja dsb. Rentang waktu yang cukup panjang memang tidak terasa mencolok perbedaannya selain suguhan konsistensi sinematografi yang memikat terlebih setting lokasi Belanda yang menyatu dengan kebutuhan cerita di bagian penutupnya. Suguhan musik pengiring dari Bongky Marcel dan Ganden Bramanto pun mengalir indah melingkupi muara cinta segitiga Gilang-Anissa-Daud. Ah, cinta memang harus memilih, apapun konsekuensinya.

CITA-CITAKU SETINGGI TANAH
 
Cita-citaku Setinggi Tanah akan membuka mata anda bahwa film “baik” itu pantas untuk dinikmati. Bukan hanya itu, 100% hasil penjualan tiket akan disumbangkan kepada Yayasan kasih Anak Kanker Indonesia (YKAKI) demi memotivasi semangat mereka untuk melanjutkan hidup. Antara menginginkan dan mewujudkan tentunya ada proses yang harus dilalui. Kita lantas menyebutnya perjuangan dimana besar kecilnya usaha akan menentukan hasil akhir. Berhasil atau gagal ada di tangan anda. Wujudkan cita-cita, berawal dari kita, slogan penutup sempurna untuk sebuah presentasi inspiratif dari seorang Eugene Panji.

MALAIKAT TANPA SAYAP
 
Malaikat Tanpa Sayap pada akhirnya turut memperkaya khasanah perfilman Indonesia dengan kualitas yang di atas rata-rata. Saya menyukai penuturan lembut Rako yang sangat memperhatikan emosi aktor-aktrisnya yang terjaga dengan baik tanpa harus berlebihan. Sayangnya endingnya masih terlalu “tipikal” dengan twist yang sengaja dipaparkan demikian adanya. Tak pelak sepeda, lukisan pasir, komedi putar pun turut menjadi saksi bagaimana sepasang anak manusia mampu menemukan jati dirinya masing-masing di tengah himpitan kompleksitas masalah orang dewasa. Bukankah ikatan itu menguatkan?

POSTCARDS FROM THE ZOO
  
Menonton Postcards From Zoo mungkin akan meninggalkan ambiguitas dalam diri anda layaknya potongan puzzle yang tersebar selama 95 menit. Gaya penceritaan Edwin yang linier memang tidak memberi penjelasan yang dibutuhkan penonton untuk dapat mengerti latar belakang setiap karakter intinya. Namun kebebasannya bereksperimen dengan sedikit sentuhan magis itulah yang menjadikan konsep film ini terasa matang dalam balutan semangat indie. Bagaikan menggiring kita dalam sebuah tour singkat kebun binatang yang dianalogikan sebagai dunia tempat anda berpijak dan hewan-hewan di dalamnya sebagai orang-orang yang anda temui dalam kehidupan sehari-hari dengan ragam variatif. Selalu dibutuhkan proses pengenalan, pembelajaran, adaptasi yang samasekali tidak mudah dilalui demi sebuah pencapaian tertinggi. Jika impian Lana ialah memegang perut jerapah, bagaimana dengan anda?

Sabtu, 29 Desember 2012

JACK REACHER : Smart Thriller New Hero Interpretation


Quote:
Jack Reacher: You think I'm a hero? I am not a hero. And if you're smart, that scares you. Because I have nothing to lose. 

Nice-to-know: 

Karakter Jack Reacher dari buku seri Lee Child merupakan seseorang dengan tinggi 195cm dan berat 105-125 kg sedangkan Tom Cruise hanya setinggi 172cm.

Cast: 
Tom Cruise sebagai Reacher
Rosamund Pike sebagai Helen
Rodin
Richard Jenkins sebagai Rodin
David Oyelowo sebagai Emerson
Werner Herzog sebagai The Zec
Jai Courtney sebagai Charlie

Joseph Sikora sebagai Barr


Director: 
Merupakan film kedua bagi Christopher McQuarrie yang pernah memenangkan Oscar lewat The Usual Suspects (1995) kategori naskah terbaik.

W For Words: 
Sebelum melihat film ini, ada baiknya anda mengenal sosok protagonis fiktif dalam novel Lee Child terlebih dahulu. Jack Reacher adalah mantan tentara Amerika Serikat berambut pirang dengan tinggi 195 cm dan berat 125 kg. Selama 13 tahun pengabdiannya, ia sempat ditugaskan dalam Unit Investigasi Khusus untuk menangani kasus-kasus sulit yang melibatkan rekan-rekannya. Bisa anda bayangkan Tom Cruise memerankannya? Bagi saya, superstar Hollywood yang hanya bertinggi sekitar 173 cm itu memang tak perlu diragukan lagi aksi dan aktingnya meski sudah memasuki usia “rawan” sekalipun. 

Mantan tentara militer, Barr ditangkap Kapten Emerson dengan tuduhan menembak mati lima penduduk sipil di tengah kota. Ia tidak mengaku bersalah dan sempat menyebutkan nama Jack Reacher sebelum koma. Jack adalah mantan rekannya selama bertugas di Iran yang segera mencium adanya motif lain di balik pembunuhan random tersebut. Berseberangan dengannya adalah Jaksa Penuntut Rodin yang tidak pernah kalah. Sebaliknya, putri kandung Rodin yaitu Helen bertindak sebagai Pengacara Barr. Jack harus memecahkan kasus itu sekaligus mengungkap siapa dalang sesungguhnya.

Christopher McQuarrie yang menulis skrip berdasarkan chapter “One Shot” jelas bukan nama sembarangan di bidangnya karena status sebagai pemegang Piala Oscar. Ia tergolong cekatan menggunakan multi POV di setiap  penelusuran konfliknya sehingga setiap karakter bisa menjadi hitam, putih hingga abu-abu. Itulah sebabnya anda akan terus berupaya menerka kira-kira kejutan apa lagi yang menanti selanjutnya sesuai petunjuk minim yang disediakan. Saya sarankan untuk menonton dalam keadaan fresh sehingga memiliki fokus yang cukup baik untuk mengikuti storytelling demikian.

McQuarrie sebagai sutradara pun tidak kalah dinamis menggunakan gaya lambat yang efisien dalam bertutur. Itulah sebabnya unsur drama terasa lebih dominan disini apalagi persinggungan dengan latar belakang masing-masing tokohnya yang sangat variatif itu. Faktor crime nya memang tidak terlalu “keras”, mungkin karena rating “Remaja” yang disandangnya. Namun berbagai elemen aksi yang diselipkan mulai dari tukar-menukar peluru, kejar-mengejar mobil dsb akan membuat anda tetap terjaga di kursi selama lebih dari dua jam durasinya.

Cruise adalah pilihan tepat jika franchise ini berencana dikembangkan ke depannya. Reacher di tangannya terbilang dingin dan tangguh tanpa harus kehilangan karismanya yang dominan. Sempat meragukan Pike untuk mengimbangi, nyatanya Helen mampu dilakoninya dengan cerdas dan tegas dalam mengambil keputusan. Courtney memerankan sosok protagonis yang tepat karena Charlie memiliki postur mantap dan kemampuan membunuh yang meyakinkan. Oyelowo menjiwai karakter polisi tipikal yang selalu terlambat selangkah. Jenkins dan Herzog berhasil mencuri perhatian walau screen time mereka terbatas.

Jack Reacher mungkin tidak akan memuaskan seluruh pecinta novelnya tetapi jelas tidak mengecewakan bagi penggemar crime drama/thriller. Saya menikmati tiap menitnya dimana sekecil apapun petunjuk yang ditinggalkan bisa membuka keseluruhan misteri yang ada. Bagaikan potongan puzzle yang terus dirangkai hingga menjadi sebuah gambaran utuh. Mudah-mudahan seri berikutnya dapat bermunculan dengan petualangan yang lebih seru lagi. When you got a hero who has great fighting techniques, brilliant investigative skills and smart modus operandi, you couldn’t ask for more!


Durasi: 
130 menit

Overall: 
8 out of 10

Movie-meter:

Notes:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent

Jumat, 28 Desember 2012

POTONG BEBEK ANGSA : Komedi Bodoh Hangover KW Tiga


Quote: 
Sasha: Ini tuh yang ngomong, Otong mabok ato Otong sadar sih?
Otong: Otong mabok, mabok asmara.

Nice-to-know: 
Film yang diproduksi oleh Falcon Pictures ini gala premierenya diadakan di Hollywood XXI pada tanggal 24 Desember 2012.

Cast:
Olivia Jensen Lubis sebagai Sasha
Boy William sebagai Masen
Ricky Harun sebagai Otong
George Rudy sebagai Gembong Mafia
Max Don sebagai Bos mafia Afro-American
Oka Sugawa sebagai Bowo
Dewi Rezer sebagai Ibu
Ferry Salim sebagai Ayah


Director: 
Merupakan karya kedua Alyandara setelah Xia Aimei di awal tahun.

W For Words: 
Mengadaptasi satu (atau dua) film Hollywood yang sudah memiliki reputasi dan fanbase internasional tersendiri tentunya harus menimbang resiko yang ada agar tidak gagal total. Sayangnya Falcon Pictures tampaknya tidak berpikir panjang bahwa secara konten budaya dan adat istiadat pun “kegilaan” dalam Dude, Where’s My Car? (2000) dan The Hangover (2009) tidak dapat diterapkan begitu saja terhadap film lokal. Sah-sah saja sebenarnya jika “versi gue (ato kite)” tetap melakukannya karena penilaian akhir ada pada bursa alias penonton. Penasaran? Saya sih iya!

Sasha yang tengah berangkat ke Paris dalam dua hari diundang sahabatnya Ivan ke pesta kostum. Ia lantas mengajak kakaknya Masen dan sohibnya Otong. Kasus salah alamat akhirnya berbuntut panjang. Minuman memabukkan membuat ketiganya lupa diri dan terbangun di pesisir pantai dengan sebuah mobil sedan silver yang bukan milik mereka. Sasha panik karena paspor, tiket dan dokumen penting miliknya ada di mobil Masen. Bukan hanya itu, seorang polisi bernama Bowo, tiga mafia Afro Amerika dan gerombolan mafia lokal turut memburu ketiganya yang harus tunggang langgang mencari jawaban.

Skrip yang ditulis oleh Hilman Mutasi dan Away Martianto ini memiliki logika jumpalitan yang rasanya hanya bisa dicerna oleh makhluk angkasa luar. Kemalasan memberi nama kepada para tokohnya sudah menjadi indikasi. Simpati penonton yang harusnya terbangun dari kelucuan spontan dan kepanikan wajar ketiga karakter utamanya sejak menit awal terbilang gagal. Beberapa penonton mungkin berharap Otong, Masen dan Sasha tak “terbangun” lagi untuk selama-lamanya daripada menyaksikan kebodohan episodik tak berkesudahan yang begitu mengganggu nalar.

Pertama, Sasha yang panik mencari ponsel begitu tersadar malah lupa apa yang seharusnya dilakukan setelah dipinjami oleh Ivan. Kedua, adakah polisi sebodoh Bowo yang bertugas sendiri. Tunggu, dia polisi atau detektif? Ketiga, mengapa gerombolan Gembong Mafia begitu tolol meninggalkan mobil tanpa dijaga saat ingin menangkap ketiga muda-mudi itu? Keempat, kenapa mafia Afro-Amerika menggunakan dialek campuran. Kelima, aksi kejar-kejarannya sangat tidak believable. Lontaran peluru yang semuanya luput (cuma satu mengenai lengan Otong) hingga penyelesaian kelemut yang semestinya bisa lebih dini. Thumbs up if you could get through these!

Saya nobatkan gelar worst costume in a movie tahun ini bagi trio Ricky, Olivia, Boy sekaligus salut mereka mampu bertahan mengenakan kain seprai, pakaian balet dan kostum bebek di sepanjang film. Seberapa kerasnya Otong mencoba melucu, saya tidak tertawa. Seberapa kuatnya persahabatan Otong dan Masen, saya tidak tergugah. Seberapa manisnya Otong berupaya mendapatkan hati Sasha, saya tidak tersentuh. Salahkan pada himpitan komedi situasi berpondasi lemah yang gagal menambatkan konflik apapun dengan kendali ceritanya.

Kinerja Alyandra yang di bawah standar saat mengarahkan Xia Aimei beberapa waktu lalu bisa dimaklumi karena debutnya. Namun karya keduanya ini yang juga tidak inspiratif membuat kapabilitasnya dipertanyakan. Saya justru menangkap gaya Anggy Umbara dalam Mama Cake (2012) disini yang menyelipkan gimmick-gimmick ala komik dan video game di berbagai scene. Karena sudah pernah melihat sebelumnya, saya tidak melihat hal tersebut sebagai terobosan baru yang kreatif. Ya setidaknya editing Cesa David dan tata musik Ramondo Gascaro sedikit membuat perbedaan positif.

Satu-satunya unsur hiburan dalam Potong Bebek Angsa adalah suguhan penampilan Super Senior dalam membawakan lagu ciptaan Pak Kasur versi baru ini plus behind the scene yang menampilkan kesalahan-kesalahan saat syuting. Selebihnya adalah rentetan chaos tak bertanggungjawab yang urung memunculkan tawa tapi sukses menimbulkan manyun. Andai saja membuat film semudah memberikan kostum Pocong, Bebek dan Angsa untuk dipakai oleh Ricky Harun, Boy William dan Olivia Jensen hingga menjadikannya judul film sekaligus. Mengerikan!


Durasi: 

75 menit

Overall: 
6.5 out of 10

Movie-meter:

Kamis, 27 Desember 2012

CINTA TAPI BEDA : Menggalang Rasa Pada Titian Keyakinan


Quote: 
Diana: Nunggu taksi itu kayak nunggu jodoh, lama banget.

Nice-to-know: 
Film yang diproduksi oleh Multivion Plus ini gala premierenya diselenggarakan di Epicentrum XXI pada tanggal 20 Desember 2012.

Cast: 
Agni Pratistha sebagai Diana Fransiska
Reza Nangin sebagai Cahyo Fadholi
Choky Sitohang sebagai Oka
Ratu Felisha sebagai Mitha
Agus Kuncoro sebagai Pacar baru Mitha
Jajang C Noer sebagai Bunda Diana
Nungky Kusumastuti sebagai Ibu Cahyo



Director: 
Merupakan film kedua Hestu Saputra setelah Pengejar Angin (2011) yang kali ini turut menggandeng “guru”nya Hanung Bramantyo.

W For Words:
Kasus percintaan berbeda keyakinan kerap ditemui pada pasangan kekasih di belahan dunia manapun. Solusinya ilegalnya, menikah di bawah tangan. Legalnya, menikah di negara yang memperbolehkan aturan tersebut. Kedua-duanya jelas bukan opsi yang mudah bagi siapapun yang menjalaninya. Itulah permasalahan yang (lagi-lagi) berusaha dikupas dalam film terbaru Multivision Plus ini. Satu-satunya nama dalam poster yang “menjual” adalah Hanung Bramantyo di kursi sutradara yang kali ini bertandem dengan Hestu Saputra. Tak usahlah kita mereka-reka berapa persen pembagian tugas di antara keduanya.

Cahyo yang bekerja di sebuah cafe memutuskan pacarnya Mitha yang ketahuan selingkuh. Tak lama ia bertemu Diana, mahasiswi jurusan tari yang tengah melakukan pertunjukannya. Mereka cepat akrab satu sama lain hingga sepakat menjalin cinta. Sayangnya ada perbedaan mendasar di antara keduanya. Cahyo berasal dari keluarga muslim taat di Yogya sedangkan Diana beragama Katolik dari garis keturunan ibu asli Padang yang kuat. Hambatan demi hambatan mulai menghimpit terlebih saat keduanya memutuskan untuk maju terus sampai jenjang pernikahan.

Cerita memang digagas oleh Hestu dan Hanung yang lagi-lagi menjadi cameo sebagai pelanggan cafe disini. Namun tugas Taty Apriliyana, Novia Faizal, Perdana Kartawiyudha lah untuk menuangkannya dalam bentuk skrip. Saya melihat beberapa dialog sudah ditempatkan sedemikian rupa pada bagian-bagian tertentu untuk mempertajam konflik. Hanya saja terdapat sebuah kesalahan fatal yaitu diferensiasi Kristen Protestan dan Katolik kerap rancu membangun latar belakang Diana dan ibunya. Bagi non Kristen mungkin tidak akan memperhatikan perbedaannya yang begitu jelas.

Saya belum melihat kualitas akting seorang Agni Pratistha mampu melampaui debutnya dalam Mengejar Matahari (2004). Karakter Diana dijiwainya dengan tipikal, tidak jelek memang tapi dalam standar yang teramat diharapkan. Kemauannya untuk mempelajari seni tari setidaknya pantas diapresiasi disini. Pendatang baru Reza Nangin lumayan mencuri perhatian dengan karakter Cahyo yang berhati lembut tapi berprinsip keras. Jajang sekali lagi memperlihatkan kelasnya meski saya berharap dialek Padang nya konsisten di sepanjang film. Menarik melihat Choky berusaha “lebih” untuk memperlihatkan sosok pria Katolik dewasa yang penuh pengertian dan filosofis.

Sutradara Hestu masih mengalami sedikit inkonsistensi dalam menyuguhkan gambaran utuh sebuah film layar lebar sehingga penonton bisa jadi berujar “Sinetron banget sih!”. Perubahan teknis tata kamera saat berada di Jakarta, Yogya dan Padang pun begitu terasa. Kinerja penata musik kali ini memang sangat penting karena harus mencerminkan dua ‘identitas’ sekaligus dan Erros Chandra melakukannya dengan cukup hati-hati walau tidak sepenuhnya maksimal. Setidaknya editing Wayan I Wibowo masih terbilang rapi dalam menggulung frame demi frame demi menjaga fokus yang diharapkan.

Tanpa bermaksud spoiler, saya menilai ending dari Cinta Tapi Beda secara keseluruhan adalah kekuatan tersendiri karena berani mendobrak pakem film-film sejenis sebut saja cin(T)a (2009) atau 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta (2010). Tetap saja batasan-batasan yang membelenggu dikejawantahkan di sepanjang film untuk mempertegas resikonya. Pada akhirnya semua itu adalah opsi yang harus dibuat manusia-manusianya. Banyak contoh kegagalan dengan rasio keberhasilan yang begitu minim. Seberapa kuat pengaruh “rasa” di atas titian bernama keyakinan adalah jawaban dari cinta yang begitu pribadi adanya.


Durasi:

96 menit

Overall: 
7.5 out of 10

Movie-meter:

Sabtu, 22 Desember 2012

DEMI UCOK : Multi Dimensi Budaya Batak Ibu dan Anak


Quote: 
Mak Gondut: Semua di dunia ini ada yang punya. Kau saja Glo, ga ada yang punya.

Nice-to-know: 
Film yang diproduksi oleh PT. Kepompong Gendut dan Royal Cinema Multimedia ini press screeningnya diadakan di Blitzmegaplex Grand Indonesia pada tanggal 20 Desember 2012.

Cast: 
Geraldine Sianturi sebagai Gloria Sinaga
Lina Marpaung sebagai Mak Gondut
Saira Jihan sebagai Niki
Sunny Soon sebagai A Cun


Director: 
Merupakan karya personal kedua bagi Sammaria Simanjuntak setelah cin(T)a (2009) yang rilis terbatas.

W For Words: 
Satu tahun berlalu sejak gerakan mencari 10.000 orang coProduser dengan donasi masing-masing seratus ribu rupiah dicanangkan oleh PT. Kepompong Gendut demi mendukung film ini rilis di bioskop. Pada akhirnya dana yang terkumpul memang hanya sekitar dua ratus lima puluh juta rupiah tetapi era DCP memungkinkan film ini memangkas biaya penggandaannya hingga dapat tayang pada tanggal 3 Januari 2013 mendatang. Rasa terima kasih atas dukungan yang begitu besar membuat sutradara Sammaria Simanjuntak memutuskan mengganti tagliine dengan “a film by a mother, a daughter and YOU!”

Gloria Sinaga seperti gadis Batak lainnya kerap mendapat tekanan untuk menikah dari orangtuanya. Mak Gondut yang juga berprofesi sebagai aktifis di tiga partai nasional tak jarang menjodohkannya dengan anak teman-temannya. Gloria bukan tidak ingin karena ia lebih ingin menjadi pembuat film tapi terbentur masalah dana. Dua sahabatnya Acun si aktor terkenal dan Niki si penjual dvd setia mendukung niatnya itu. Meski demikian Gloria tetap berprinsip, uang investor yang didapatnya harus halal. Berhasilkah “tenggat waktu” yang ada dimaksimalkan Glo?

Skrip yang ditulis oleh Sammaria ini diakuinya telah mengalami beberapa perombakan sebelum diputuskan untuk “jujur” terhadap dirinya sendiri. Dua plot utamanya berjalan bersisian yaitu hubungan ibu dan putrinya serta seorang gadis yang tengah mengejar mimpinya. Di antara keduanya terbentang lagi beberapa subplot tambahan yang tidak cuma memperkuat tetapi juga fasih menyindir berbagai situasi dan kondisi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Kelebihan inilah yang mendorong film secara tidak langsung berhasil menjalin koneksi yang kuat dengan penontonnya.

Nama Geraldine Sianturi dan Lina Marpaung memang asing bagi anda. Namun keduanya mampu menghadirkan akting personal yang memukau serta chemistry ibu dan anak dengan luar biasa. Geraldine menokohkan Glo dengan spontan dimana timing aksi reaksinya begitu tepat kala disuguhkan sebuah umpan. Sama halnya dengan Lina yang menjiwai Mak Gondut dengan slapstick sarcastic dalam arti positif, menggelikan sekaligus menggugah simpati. Saira Jihan dan Sunny Soon tetap mampu menyuguhkan karakter sidekick yang melengkapi terlepas dari minimnya screen presence keduanya.

Sammaria sebagai sutradara seakan mendobrak jembatan antara filmmaker dengan viewersnya. Ia membiarkan filmnya “ditelanjangi” oleh penonton. Penata kamera Hegar A Junaedi, penata artistik Rezki Ridha, penata busana Yufie Safitri, penata suara Andri Yargana mendukung dengan kinerja yang juga tidak jauh berbeda dengan kehidupan sehari-hari. Kolaborasi penata musik M. Betadikara dengan grup musik elektronik asal Bandung, Homogenic menggelorakan nuansa chic modern yang asyik sebagai latar penceritaan. Kekompakan tim produksi yang minim personil ini setidaknya membuktikan sesuatu.


Segala hal yang berbau Batak sukses menjadi identitas film yang tak terelakkan. Spontanitas kata-kata yang keluar dengan volume keras dan tinggi bisa jadi “kasar” di mata kebanyakan orang. Namun ciri khas itulah yang juga secara simbolis dimanfaatkan Sammaria (melalui tokoh Gloria) untuk mengekspresikan pemikirannya yang liberal di luar kungkungan tradisi keluarga dan budaya lingkungan yang kerap menghimpit kita. In the end it teaches us to speak louder to be listened. Demi Ucok mempotretkan semuanya dalam hubungan multi dimensional ibu dan anak yang tetap terjaga keharmonisannya. Wonderful!

Durasi: 

79 menit

Overall: 
8 out of 10

Movie-meter:

Kamis, 20 Desember 2012

HABIBIE & AINUN : Teladan Cinta Perjalanan Hidup Habibie


Quote:
Ainun: Kalau aku harus mengulangi hidup lagi, aku tetap akan memilih kamu.

Nice-to-know: 
Film yang diproduksi oleh MD Pictures ini gala premierenya dilangsungkan di Epicentrum XXI dan Plaza Senayan XXI pada tanggal 18-19 Desember 2012.

Cast:
Reza Rahadian sebagai Habibie
Bunga Citra Lestari sebagai Ainun
Tio Pakusadewo sebagai HM Soeharto
Ratna Riantiarno
Mike Lucock sebagai Ilham Akbar
Vita Mariana Barrazza
Bayu Oktora sebagai Fanny Habibie
Teuku Rifnu Wikana
Hanung Bramantyo
sebagai Sumohadi

Director:
Faozan Rizal lebih dikenal sebagai sinematografer film yang mengawali kiprahnya melalui Dapur Film.

W For Words:
Surat terakhir Bacharuddin Jusuf Habibie untuk Alm. Hasri Ainun Habibie:
Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu, bukan itu.
Karena, aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya, dan kematian adalah sesuatu yang pasti, dan kali ini adalah giliranmu untuk pergi, aku sangat tahu itu.
Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat adalah kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang, sekejap saja, lalu rasanya mampu membuatku menjadi nelangsa setengah mati, hatiku seperti tak di tempatnya, dan tubuhku serasa kosong melompong, hilang isi.
Kau tahu sayang, rasanya seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti kemarau gersang.
Pada airmata yang jatuh kali ini, aku selipkan salam perpisahan panjang, pada kesetiaan yang telah kau ukir, pada kenangan pahit manis selama kau ada, aku bukan hendak mengeluh, tapi rasanya terlalu sebentar kau disini.
Mereka mengira aku lah kekasih yang baik bagimu sayang, tanpa mereka sadari, bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang baik.
M
ana mungkin aku setia padahal memang kecenderunganku adalah mendua, tapi kau ajarkan aku kesetiaan, sehingga aku setia, kau ajarkan aku arti cinta, sehingga aku mampu mencintaimu seperti ini.
Selamat jalan,
K
au dari-Nya, dan kembali pada-Nya,
kau dulu tiada untukku, dan sekarang kembali tiada.
s
elamat jalan sayang, cahaya mataku, penyejuk jiwaku,
selamat jalan, calon bidadari surgaku ….
BJ.HABIBIE

Masyarakat Indonesia mengenal Bacharuddin Jusuf Habibie sebagai pemegang rekor Presiden dan Wakil Presiden tersingkat sepanjang masa masing-masing 1 tahun 5 bulan dan 2 bulan 7 hari. Terlepas dari pro kontra selama masa jabatannya, ia adalah sosok yang dikagumi kecerdasan dan inisiatif tingginya. MD Pictures mengangkat sekelumit babak hidupnya dalam film berbujet besar yang beredar di akhir tahun. Sesuai judulnya, Habibie tidak sendiri. Istrinya (almh) Ainun juga mendapat perhatian. Bukan rahasia lagi jika kisah percintaan keduanya dianggap dekat dengan kesempurnaan. Simak saja surat terakhir BJ Habibie untuk Hasri Ainun paska ditinggalkan istrinya yang sedikit banyak menggambarkan semuanya.

Rudy Habibie seringkali mengejek Hasri Ainun semasa remajanya. Rudy melanjutkan studi teknik mesin di Dago ke teknik penerbangan di Jerman dimana ia belajar merakit pesawat. Sepulangnya ke Indonesia, Habibie bertemu kembali dengan Ainun dan jatuh cinta. Tak butuh lama untuk meminang dan memboyong Ainun ke Jerman, Habibie berjuang mengejar impiannya untuk memajukan IPTN. Panggilan pulang ke tanah air dari Presiden Soeharto kian mengukuhkan kredibilitasnya. Sementara itu kanker ovarium yang diderita Ainun semakin menggerogoti kesehatannya. Perjalanan cinta mereka pun diuji.

Skrip yang ditulis oleh Gina S. Noer dan Ifan Adriansyah Ismail ini memang lebih menitikberatkan pada romantisme dua tokoh negara tersebut. Saya merasakan detail perkenalan selama seperempat durasi awal yang manis di awal percintaan Rudy dan Hasri. Setelah itu dua perempat film memperlihatkan sepak terjang Habibie sebagai Menteri, Wakil Presiden hingga Presiden. Sayangnya proses pergulatan batin dan tanggungjawab besar terhadap negara tersebut tidak mendapat eksploitasi yang memadai. Seperempat terakhir kembali pada melodrama babak terakhir percintaan mereka yang ditutup setelah 48 tahun 10 hari. 

Sutradara Faozan Rizal memang masih berpijak pada tuntunan “guru” nya sehingga kesan Hanung Bramantyo masih kuat disini. Penata kamera
Ipung Rachmat berhasil merekam sinematografi cantik di berbagai lokasi variatif Jakarta, Bandung hingga kota-kota di Jerman. Departemen artistik pantas mendapat apresiasi karena usahanya menghadirkan pernak-pernik sesuai jamannya meski sedikit tercoreng dengan penempatan produk sponsor yang terlampau berani. Tata rias seharusnya bisa lebih “bekerja” dengan memantapkan penampilan Reza dan BCL melewati rentang waktu yang cukup panjang, semisal penambahan keriput, uban dsb. Beruntung setidaknya tata kostum menutupi kekurangan itu dengan baik.

Siapa yang meragukan akting seorang Reza Rahadian? Impersonifikasi yang dilakukannya terhadap sosok Habibie benar-benar mirip asli. Lihat caranya mengubah aksen, berjalan hingga sederetan bahasa tubuh lainnya. Aktor yang baik akan terus berusaha, terlebih tantangan besar keterlibatan sebuah proyek semibiografi macam ini. Bunga Citra Lestari berupaya semaksimal mungkin mengimbangi Reza. Keseharian Ainun yang tidak terlalu dikenal publik membuatnya sedikit leluasa berimprovisasi. Hasilnya adalah sosok Ainun yang elegan dan simpatik terlepas dari presentasi akting yang tak jauh berbeda dari film-film BCL sebelumnya.

Tata musik dari Tya Satrio melengkapi kepiawaian Melly Goeslaw merangkai lirik lagu “Cinta Sejati”. Keputusan yang tepat untuk tidak menyanyikannya sendiri sebagaimana biasanya. Lantunan vokal merdu nan lembut BCL terbukti efektif menciptakan nuansa sendu yang diharapkan. Saya acungi jempol pada insersi video montage yang menampilkan Soeharto dan Habibie asli di pertengahan dan akhir film. Setidaknya kita diingatkan akan dua tokoh legendaris yang pernah dimiliki bangsa Indonesia, hingga tak kuasa menahan air mata yang mulai menggenang di pelupuk.

Habibie & Ainun sesungguhnya bisa menjadi film yang sempurna andaikata pengembangan karakter di luar Reza dan BCL dapat diberi ruang lebih plus referensi peristiwa bersejarah yang lebih kuat pengaruhnya terhadap Habibie sendiri. Sekali lagi saya ingatkan, ini adalah perjalanan panjang sebuah kisah cinta sepasang insan yang tak lekang oleh waktu terlepas dari keadaan dan ketiadaan di muka bumi. Bagi Habibie, Ainun adalah inspirasi yang melengkapi setiap pencapaian dalam hidupnya. Teladan yang pantas ditiru oleh pasangan manapun juga dalam upaya melangkah bersama membangun suka duka rumah tangga.


Durasi: 
125 menit

Overall:
8 out of 10

Movie-meter:

Rabu, 19 Desember 2012

THE MAN WITH THE IRON FISTS : Cheesy Martial Arts Attempt From RZA

Quote:
The Blacksmith: When you forge a weapon, you need three things: the right metal, temperatures over fourteen hundred degrees... and someone who wants to kill. Here in this village, we got all three. 

Nice-to-know: 

First cut film ini berdurasi empat jam. Sutradara RZA sempat menyarankan membaginya dalam dua film tapi produser Eli Roth tak setuju. Mereka akhirnya memotongnya menjad 90 menit.

Cast: 
RZA sebagai Blacksmith
Rick Yune sebagai Zen Yi, The X-Blade
Russell Crowe sebagai Jack Knife
Lucy Liu sebagai Madam Blossom
Dave Bautista sebagai Brass Body
Jamie Chung sebagai Lady Silk


Director: 
Merupakan debut penyutradaraan RZA alias Robert Fitzgerald Diggs yang lebih dikenal sebagai aktor dan pengisi soundtrack. 

W For Words:
Melihat trailernya yang mengingatkan pada film-film Quentin Tarantino, sebut saja Kill Bill 1-2 (2003-2004), bisa jadi ekspektasi anda akan melambung jauh. Tagline yang cukup provokatif “You can’t spell Kungfu without F & U” pun didengungkan jauh-jauh melalui poster resminya. Tak banyak yang tahu bahwa penggagas film ini adalah RZA (baca: Rizza)  yang lebih dikenal sebagai aktor dan music producer. Tak banyak yang tahu bahwa ia penggemar setia film martial arts yang berpengaruh pada pemilihan Wu-Tang Clan sebagai nama grup hip-hopnya.

Kericuhan terjadi di Jungle Village, sebuah desa terpencil pedalaman China ketika ekspedisi emas milik Gold Lion melintas. Pengkhianatan yang dilakukan asistennya Silver Lion membuat putra Gold Lion yaitu Zen Yi bertekad membalas dendam. Seorang pembuat senjata yang dikenal dengan sebutan Blacksmith tengah berniat melarikan diri dari desa bersama kekasihnya, pelacur Lady Silk yang juga anak buah dari mucikari Madam Blossom. Kedatangan Jack Knife dan Brass Body yang juga mengincar kekayaan dan kekuasaan semakin meruncingkan persaingan hidup dan mati.

RZA bekerjasama dengan produser Eli Roth menulis skrip selama dua tahun dimana titik berat ada pada keunikan senjata yang digunakan masing-masing tokoh. Mungkin itulah penyebab dangkalnya karakterisasi yang seharusnya dimiliki juga. Dialog-dialog one liners tidak cukup membantu penonton untuk merasa terikat pada salah satu di antara mereka. Fokusnya pun tak terbentuk sempurna karena berpindah-pindah mulai dari Jack Knife di bagian pembuka, X Blade di pertengahan hingga Blacksmith di penghujung. Who’s actually the protagonist in here?

Sebagai sutradara, RZA menyajikan adegan kematian dengan brilian, unsur gore dengan cipratan darah disana-sini akan membuat anda terpekik. Temponya cukup terjaga lewat serangkaian sekuens aksi non-stop seru. Sayangnya flashback di beberapa bagian sedikit mengganggu walau sebetulnya tidak perlu. Scoring music nya yang merupakan kombinasi hip hop, new age, simfoni dan berbagai genre lain amat mendukung narasinya. Tata kostum dan artistik juga tergolong menakjubkan ditambah efek CGI untuk membuat “transformasi” nya terasa nyata.

Kemunculan RZA sebagai Blacksmith merupakan satu titik lemah meski porsinya sudah minim. Menarik melihat Russell Crowe memainkan peran yang berbeda dengan tubuh yang tambun. Aksi Lucy Liu jelas mengingatkan anda pada tokoh O-Ren Ishii dalam film yang disebutkan di atas. Byron Mann memberikan akting teatrikal sebagai bad guy. Berbeda dengan Dave Bautista, Cung Le atau Rick Yune yang memperlihatkan keunggulan fisik masing-masing. Jangan lupakan penampilan cameo dari Chen Kuan Tai, Gordon Liu, Pam Grier, Daniel Wu hingga Andrew Lin di berbagai kesempatan terbatas.

The Man With Iron Fists merupakan proyek ambisius RZA yang terlepas dari mempunyai nilai jual tetapi pada akhirnya kesulitan untuk mempertahankan konsep serious action flick hingga terkesan campy dan silly sekaligus. Pengungkapan berbagai twist yang disiapkan alih-alih memberikan kejutan, nyatanya malah semakin membingungkan dengan lapisan plot yang bertumpuk tak terselesaikan. Saksikan apabila anda menginginkan sebuah suguhan martial arts ala Asia dalam nafas Western yang kental. It would be fun enough for you to shout f*ck and sh*t several times during movie.

Durasi: 
95 menit

U.S. Box Office: 
$15,522,060 till Dec 2012


Overall:
7 out of 10

Movie-meter:

Notes:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent

Sabtu, 15 Desember 2012

THE HOBBIT : AN UNEXPECTED JOURNEY Great But Imperfect Start For Another Trilogy


Quote: 
Gandalf: You'll have a tale or two to tell when you come back. 
Bilbo Baggins: You can promise that I will come back?
Gandalf: ...No. And if you do, you will not be the same. 


Nice-to-know: 

Gollum hanya muncul satu kali di buku. Andy Serkis menyelesaikannya pada minggu pertama produksi kemudian tetap tinggal dengan menjabat sebagai Second Unit Director.

Cast: 
Ian McKellen sebagai Gandalf
Martin Freeman sebagai Bilbo
Richard Armitage sebagai Thorin
Ken Stott sebagai Balin
Graham McTavish sebagai Dwalin
William Kircher sebagai Bifur / Tom Troll
James Nesbitt sebagai Bofur


Director: 
Merupakan film kesebelas bagi Peter Jackson yang juga menggarap trilogi The Lord of the Rings (2001-2003).

W For Words: 
Tentunya anda masih ingat dengan Frodo Baggins yang menjadi tokoh utama dalam The Lord of the Rings trilogy (2001-2003) yang sukses meraup lebih dari satu milyar dollar di peredaran Amerika Serikat dan nyaris tiga milyar dollar di peredaran internasionalnya itu. Sang penggagas cerita, J.R.R. Tolkien mengetengahkan kisah paman Frodo yaitu Bilbo Baggins yang berjarak enam puluh tahun sebelumnya dalam novel spin-off bertitel The Hobbit. New Line Cinema, MGM, WingNut Films dan 3Foot7 segera mengadaptasinya ke layar lebar dengan membaginya menjadi.. Another trilogy! Surprised? No, i’m not.. For some reasons we’ve already known.

Selama bertahun-tahun, Bilbo Baggins menikmati ketenangan hidup di The Shire. Suatu saat penyihir Gandalf mengetuk pintu rumahnya diikuti dengan kedatangan segerombolan kurcaci yang segera menghabiskan stok makanan Bilbo yang melimpah. Pemimpin grup, Thorin Oakenshield meminta Bilbo menemani mereka dalam misi merebut kembali kampung halaman The Lonely Mountain dari naga kejam dan berbahaya, Smaug. Perjalanan itu menemui banyak tantangan berat dimana nasib kaum hobbit, kurcaci, peri dan manusia mungkin akan berubah di masa mendatang.

Skrip yang ditulis oleh Fran Walsh, Philippa Boyens, Peter Jackson dan Guillermo del Toro ini mengambil satu jam pertama durasinya untuk memperkenalkan kehidupan seorang Bilbo Baggins dan latar belakang singkat dari Thorin, Balin, Dwalin, Gloin, Bifur, Bofur, Bombur, Fili, Kili, Oin, Nori, Ori, Dori. Setelah itu terjadilah repetisi TlotR dimana sekelompok protagonis mempertaruhkan nyawanya dalam petualangan menembus alam Middle-earth yang liar demi suatu tujuan. Untungnya karakter Bilbo yang multi dimensi mampu menjembatani setiap konflik dan interaksi dengan karakter lainnya.

Di tangan Martin Freeman, tokoh Bilbo menjadi hidup. Karakter hobbit pemberani, cerdik, humoris dan berpendirian teguh ini akan menarik perhatian anda sejak menit pertama film bergulir. Setiap emosinya terkendali dengan baik dimana sorot mata dan sunggingan senyumnya sudah berbicara banyak dalam berbagai situasi yang ada. Penampilan cameo dari McKellen, Wood, Blanchett, Weaving, Holm, Lee dan kawan-kawan akan membangkitkan sisi nostalgia anda. Kemunculan Serkis dalam wujud Gollum jadi bagian penting disini sekaligus menjawab cikal bakal “one ring” yang legendaris itu.

Sutradara Jackson belum kehilangan sentuhan epiknya. Terlepas dari set yang tidak semegah TLotR, film ini masih menyuguhkan detail yang tak kalah sempurna. Kombinasi trik kamera, CGI, kostum, make-up dan segala alat bantu lainnya membuat seluruh sekuens adegan terasa nyata. Bukan hanya itu, episodik pertarungan di beberapa bagian juga berhasil menampilkan aksi seru yang meningkatkan tempo dan tensi. Sayangnya sederetan humor yang diselipkan disana-sini sebagian besar tidak berhasil mengundang tawa saya dan para penonton lainnya. Forgive us for not been able to live in Middle-earth.
Format 3D yang diusung memang menghadirkan visual yang eye-popping. Bukan hanya itu, Jackson juga memperkenalkan teknik shoot 48 frames-per-second sehingga gambar yang dihasilkan amat realistis dan begitu dekat dengan pengalaman asli. Cukup kontroversial mengingat tidak semua orang nyaman dengan “teknologi baru” ini karena melelahkan mata dan mengambil waktu penonton untuk berimajinasi secara penuh dalam menginterpretasikan tiap momen yang dilihat dan didengarnya. Meski demikian, inovasi Jackson patut dihargai. I suggest that regular 3D is enough for you.

The Hobbit : An Unexpected Journey adalah inisiasi fiksi yang mendobrak pengalaman bersinema layaknya trilogy The Lord of the Rings. Lupakan fakta durasi yang terlampau panjang dan kesampingkan jauh-jauh ekspektasi tinggi anda akan part 2 dan 3 nya kelak, nikmati dahulu keepikan aksi dan keajaiban fantasi dalam pencarian jati diri dan dunia yang lebih baik. Penampakan Hobbits, Dwarves, Elves, Goblins, Orcs, Wargs, Giant Spiders, Shapeshifters, Sorcerers akan membangkitkan sisi petualangan dalam jiwa dan jadilah saksi langsung atas perjuangan generasi Middle-earth yang heroik.

Durasi: 
169 menit 

Overall: 

8 out of 10

Movie-meter:

Notes:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent

Jumat, 14 Desember 2012

SILENT HILL : REVELATION Satisfy Original Fans Underdeveloped Storyline


Quote:
Heather Mason: Go to hell!
Alessa: Can't you see? We're already here.  


Nice-to-know: 

Produksi sempat ditunda karena badai salju yang ganas di Cambridge, Ontario pada tanggal 23 Maret 2011 yang lalu.

Cast: 
Adelaide Clemens sebagai Heather / Alessa
Kit Harington sebagai Vincent
Carrie-Anne Moss sebagai Claudia Wolf
Sean Bean sebagai Harry
Radha Mitchell sebagai Rose Da Silva
Malcolm McDowell sebagai Leonard
Martin Donovan sebagai Douglas


Director: 
Merupakan karya keempat bagi Michael J. Bassett setelah terakhir Solomon Kane (2009).

W For Words: 
Silent Hill merupakan seri game horor survival yang dikeluarkan oleh KONAMI dan dibuat pertama kali bagi Sony Playstation. Lantas pada tahun 2006, Silent Hill DCP Inc., Davis-Films dan Konami Corporation memproduksi versi adaptasi film layar lebar yang akhirnya sukses meraup setengah dari biaya produksi di Amerika Serikat saja sekaligus beberapa kali lipat di pasaran internasional. Rupanya hal tersebut akan tercium sehingga tiga perusahaan tersebut di atas diikuti dengan Anibrain Digital Technologies mempersiapkan sekuelnya tahun ini dalam format 3D pula. Wow!

Heather Mason mulai kelelahan menjalani hidup nomaden bersama ayahnya yang kerap dikuti sosok misterius berbahaya. Saat ulang tahun ke-18, Heather dibelikan rompi persis seperti dalam mimpi buruknya. Tak lama kemudian, ayahnya menghilang secara misterius. Heather dibantu oleh siswa baru pindahan lain di sekolahnya, Vincent mulai melarikan diri dari kekuatan jahat yang bisa mengaburkan batas antara kenyataan dan mimpi. Tujuan iblis itu cuma satu yaitu mengembalikan Heather ke Silent Hill yang telah menawan ayah dan ibunya serta menyempurnakan kekuatan ratu horor Alessa. 
 
Sutradara J. Bassett jelas menanggung beban berat dimana semua film adaptasi video game beberapa tahun terakhir tidak memiliki kualitas memadai, apalagi mendapat sambutan hangat dari publik. Skrip yang juga ditulisnya berupaya menggabungkan apa yang tertinggal dari prekuelnya dengan benang merah video game itu sendiri. Ia cenderung berhasil karena penonton yang sudah/belum menyaksikan prekuel atau memainkan game tidak akan tersesat dalam cerita. Sayangnya plot cerita yang bertumpuk disertai dengan percakapan dramatis terasa mengganggu kenyamanan mengikutinya.

Sisi plusnya adalah monster-monster menyeramkan yang muncul bertubi-tubi mampu mempertahankan nuansa Silent Hill yang dingin dan misterius termasuk laba-laba raksasa yang memiliki berbagai “wajah”. Varian setting lokasi berhasil menyuguhkan atmosfir yang diinginkan walau tak jarang malah terkesan campy. Adegan gore yang anda harapkan justru tak banyak terlihat disini karena sutradara kerap lebih memilih “off-screen” untuk memperlihatkan cipratan darah. Salah satu adegan paling memorable bagi saya adalah sekuens “Dark Nurse” yang unik itu. Hey, kita sendiri juga punya versi suster ngesot!
 
Aktris Australia, Adelaide Clemens besar kemungkinan mengingatkan anda pada Michelle Williams di awal kemunculannya. Peran Heather di tangannya berhasil dimaksimalkan dengan rasa takut dan penasaran yang berbaur sempurna. Aktor Inggris, Kit Harington telah mencoba kemampuan terbaiknya tapi tanpa latar belakang karakter yang jelas dan aksi reaksi yang terlalu instan, penonton akan sulit terkoneksi pada peran Vincent. Aktor aktris yang sudah memiliki nama seperti Bean, Mitchell, Donovan, Moss dan McDowell nyaris tidak memberi dampak apa-apa.

Silent Hill : Revelation layaknya sebuah perjalanan menembus batas mimpi dan kenyataan mempunyai tempo yang naik turun. Narasinya tergolong klise dan berantakan, tidak mendukung kekuatan premis cerita yang amat bergantung pada momentum. Kombinasi mitos dan horor juga tidak sampai melahirkan sebuah inovasi dan twist baru yang membuat anda terpekik. Harus diakui format 3D nya cukup memuaskan konsep visual yang diusung dengan kedalaman gambar dan ayunan senjata tajam. Franchise ini memang lebih direkomendasikan bagi pecinta game nya yang mungkin akan tetap setia menantikan sekuelnya kelak.

Durasi: 
94 menit 

U.S. Box Office:

$44,386,847 till Dec 2012 

Overall: 
7 out of 10

Movie-meter:

Notes:
Art can’t be below 6
6-poor
6.5-poor but still watchable
7-average
7.5-average n enjoyable
8-good
8.5-very good
9-excellent